1. Balimau (Sumatera Barat)
Balimau atau dalam
bahasa Indonesia berarti berlimau merupakan tradisi unik yang biasa digelar
orang Minang menjelang Ramadhan. Masyarakat Minang biasanya menggunakan limau atau
semacam jeruk nipis untuk mencuci rambut yang bermakna menyucikan diri
menyambut Ramadhan.
Latar belakang
dari balimau adalah membersihkan diri secara lahir dan batin sebelum
memasuki bulan Ramadan, sesuai dengan ajaran agama Islam, yaitu
menyucikan diri sebelum menjalankan ibadah puasa. Secara lahir, mensucikan
diri adalah mandi yang bersih. Zaman dahulu tidak setiap orang bisa mandi
dengan bersih, baik karena tak ada sabun, wilayah yang kekurangan air,
atau bahkan karena sibuk bekerja maupun sebab yang lain. Saat itu pengganti
sabun di beberapa wilayah di Minangkabau adalah limau (jeruk nipis),
karena sifatnya yang melarutkan minyak atau keringat di badan.
2. Meugang (Aceh)
Meugang merupakan
saat di mana hewan ternak disembelih. Biasanya kegiatan menyembelih hewan ini
dilaksanakan dua hari menjelang Ramadhan yang dilakukan masyarakat Aceh.
Setelah hewan disembelih, beberapa daging akan dibagikan sementara sebagian
lagi disantap ramai-ramai bersama keluarga.
Meugang
atau Makmeugang tak hanya dilakukan untuk menyambut Ramadhan. Namun
Meugang dilaksanakan setahun tiga kali, yakni Ramadhan, Idul Adha,
dan Idul Fitri. Sapi dan kambing yang disembelih berjumlah
ratusan. Selain kambing dan sapi, masyarakat Aceh juga menyembelih ayam dan bebek. Tradisi
Meugang di desa biasanya berlangsung satu hari sebelum bulan Ramadhan atau hari
raya, sedangkan di kota berlangsung dua hari sebelum Ramdhan atau hari raya.
Tradisi Meugang
sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun yang lalu di Aceh. Meugang dimulai
sejak masa Kerajaan Aceh. Kala itu (1607-1636 Masehi), Sultan
Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah banyak dan dagingnya dibagikan
secara gratis kepada seluruh rakyatnya. Hal ini dilakukan sebagai rasa
syukur atas kemakmuran rakyatnya dan rasa terima kasih kepada
rakyatnya. Setelah Kerajaan Aceh ditaklukan oleh Belanda pada
tahun 1873, tradisi ini tidak lagi dilaksanakan oleh raja. Namun,
karena hal ini telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Aceh, maka Meugang
tetap dilaksanakan hingga saat ini dalam kondisi apapun.Tradisi Meugang juga
dimanfaatkan oleh pahalawan Aceh dalam bergerilya, yakni daging sapi dan
kambing diawetkan untuk perbekalan.
3. Apeman (Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta)
Masyarakat di Jawa
Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta juga memiliki tradisi unik untuk
menyambut bulan suci Ramadhan. Tradisi yang dikenal dengan nama apeman atau
ruawahan itu dilakukan dengan memasak kue tradisional bernama apem. Kue yang
terbuat dari tepung beras ini menyimbolkan permohonan maat atas dosa yang
pernah dilakukan.
Upacara tradisi
ini di lakukan di lingkungan keraton. Tradisi ini secara khusus diadakan untuk
memperingati hari raya kenaikan tahta Sri Sultan Hamengkubuwono. Tradisi apeman
dilakukan dengan membuat apem sebagai sesaji. Apem ini terbuat dari beras
ketan. Bentuknya tidak seperti apem biasa yang dijual di pasar, akan tetapi
dengan ukuran yang lebih besar (jumbo), dibuat oleh wanita, baik istri raja,
anak dan keturunan raja, serta kerabat keraton dengan alasan wanita adalah
pelayan dari pria. Apem dibagikan kepada para abdi dalem keraton. Ada dua jenis
apem yang dibuat untuk di bagikan, yaitu apem mustaka (diameter kurang lebih 20
cm) diberikan kepada abdi dalem yang memiliki posisi tinggi dan apem
biasa (diameter kurang lebih 10 cm) untuk abdi dalem biasa.
4. Jalur Pacu (Riau)
Di Riau, terutama
di Kabupaten Kuantan Singingi, masyarakatnya memiliki tradisi unik untuk
menyambut Ramadhan. Mereka mengadakan lomba mendayung yang dikenal dengan
sebagai "Jalur Pacu". Panjang perahu ini bisa mencapai 25
hingga 40 meter dan lebar bagian tengah kir-kira 1,3 m s/d 1,5 m, dalam bahasa
penduduk setempat, kata Jalur berarti Perahu.
Lombanya cukup
sederhana, satu kelompok terdiri dari banyak peserta dan setiap kelompok
menggunakan satu perahu. Setiap tim harus bekerja sama mendayung perahu agar
bisa sampai ke garis finish lebih dulu. Biasanya, lomba ini diselenggarakan di
beberapa sungai di Riau.
5.Munggahan (Jawa Barat)
Dalam rangka
menyambut Ramadhan, semua orang berkumpul bersama keluarga dan kerabat untuk
saling bermaaf-maafan sambil menikmati sajian khas Ramadhan. Tradisi yang
biasanya dilakukan oleh suku sunda ini, merupakan bentuk syukur atas akan
datangnya bulan Ramadhan.
Kata Munggahan sendiri
berasal dari "munggah" yang berarti naik. Salah satu maknanya
adalah ketika memasuki bulan Ramadhan, masyarakat naik ke waktu atau bulan yang
luhur derajatnya, dan diharapkan masyarakat juga menjadi pribadi yang lebih
baik seiring dengan tibanya bulan suci Ramadhan, khususnya dalam urusan menahan
hawa nafsu selama berpuasa. Dalam Kamus Umum Bahasa Sunda, munggah juga
memiliki arti sebagai hari pertama puasa pada tanggal 1 Ramadhan. Sayangnya,
pada jaman sekarang, banyak orang yang melupakan makna di balik tradisi ini
yang sebenarnya. Kebanyakan hanya sekedar menjalankan tradisi ini dengan
makan-makan atau kumpul bersama keluarga atau teman.
Masyarakat Betawi
di Jakarta memiliki tradisi nyorog dalam menyambut bulan Ramadhan. Setiap orang
yang hendak melakukan tradisi ini akan mengantarkan bingkisan untuk orang-orang
terdekat. Isi bingkisan itu sendiri berupa makanan yang sudah jadi maupun yang
masih mentah.
Sekarang,
istilah nyorog barangkali hampir punah karena tradisi ini sudah mulai
menghilang. Tetapi, tradisi nyorog berganti dengan tradisi mengirim
bingkisan kepada sanak saudara. Bingkisan itu biasanya berisi sembako, sirup,
hingga kue-kue.
Dalam tradisi ini,
sanak keluarga tidak jarang membawa makanan khas Betawi. Makanan itu adalah
sayur gabus pucung. Sayur gabus pucung berbahan dasar ikan gabus yang digoreng
dan kemudian dimasak menggunakan berbagai rempah seperti kemiri, cabai merah,
jahe, dan kunyit.
Tradisi nyorog biasanya
dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang usianya lebih tua. Biasanya
ada ucapan meminta restu dan memohon agar diberi kelancaran menjalankan ibadah
puasa.
Nyorog juga
dipercaya masyarakat sebagai tanda untuk saling mengingatkan jika bulan suci
Ramadan akan segera datang. Selain itu, tradisi ini dapat mempererat tali
silaturahi antar tetangga atau keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar